This is Akira Wisnu's Site

Friday, August 22, 2008

"Azazel Cinta: Gelap Kematian Bernyawa, Kematian Cinta"

"Cinta, ya cinta. Menjadi prahara diatas tahta keremajaan, sebuah pangkuan gelisah rona empati. Menggoyahkan kemudi hati pemuda, memutar haluan sauh para pemudi. Bagaikan ladam magnet yang saling bertautan, ataupun saling melwan. Dan itulah prahara cinta, getir dalam senoda manis, kasar dalam lembut gelak tawa!"

Dalam masa - masa yang kukenang itu, terpias asa. Nama yang menorehkan kalut masa lalu tergores kembali. Kenangan hidup menginjak remaja, setelah nikmat kehidupan fana masa kanak, melanjutkan anak tangga nyawa pada masa yang disebut orang masa keemasan. Tapi tidak olehku, masa ini kuselimuti dengan memori menikam hati, mengubur dan meremas pendaman rasa yang melukai kalbu. Akan kukisahkan sakit yang kudera, membagi dengan kalian hai yang membutuhkan dahaga. Dahaga akibat buaian cinta, yang tak tersampaikan sampai ujung kalbu merintih. Dan akan kugambarkan jeritan ini, yang melumpuhkan semua sendi spiritualku, mengoyak imanku, dan mencatut emosiku. Kisahku bukanlah kata, tetapi nada dalam senandung bidadari. Melambungkan hingga langit ke tujuh, dan menjatuhkan kita kala kita di puncak, menjadikan Azazel menanti kita, di neraka jahannam merujam.

Dan kini kukisahkan epos yang merusak ketentraman batin pemuda ini. Sebagai senandung pencabut nyawa, dalam nada kematian cinta.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Selamat datang cinta, Selamat Tinggal Cinta!! Datangmu begitu indah, dan kau kini menghilang dalam kabut duka, meninggalkan romansa abu - abu dalam kelam!!"

Pemuda dalam bayang - bayang langit malam, lusuh, terlihat rona wajahnya berwarna pucat. Dalam gelap berbintang cerah pemuda ini menatap ke atas, menatap dengan tatapan hampa pada sang jagat raya. Hatinya sudah melintasi dimensi tiga, menembus batas ruang dan waktu, menjelajah panorama hatinya yang tengah sendu di balik karma.

Ia berada jauh dari peraduannya, tak lebih baik juga ia kini sendiri. Merenungi setiap tamparan nasib yang datang menguji, terduduk ia dalam sangsangkala penat.

Berputarlah pikirannya menuju puing - puing babilon hati.
Dimulai dari cinta pertamanya, hingga sangsangkala tautan hati terakhirnya. Meretas ia dalam tawa, menikam hati hingga hancur, dan merajut ingatan terhempas badai. Maka jatuhlah ia, pemuda yang sendiri dalam rajuk tangis, menari di atas badai pikiran, merajam kata - kata yang melukiskan lara, dan menuturkan hampa dalam tiap pemikiran sempitnya.
Dunia adalah pesimistis di hadapan ia kini, dan hanya Sang Khalid yang mampu menariknnya, meruh ruh kecilnya dalam kubur. Dan mungkin ia kini tak mampu berkata apa lagi, hari esok sudah tertutup, hari ini didera sesak. Mayat bernyawa yang mengingat masa, kembali menuju dimensi tiganya, menyeruakkan tangisan kekal dan mengemulisir lara. Terkenang masa itu, dan kini dia hidup dalam deru ragu []

bersambung...


-akirawisnu-

Edited by : Akira Wisnu akirawisnu.blogspot.com